Mari Komersilkan Harta Benda Wakaf

Mari Komersilkan Harta Benda Wakaf

1 September 2022 Artikel 0
Wakaf Ponook Pesantren Karantina Tahfizh Al-Quran Nasional-

Apakah harta benda wakaf boleh dikomersilkan?…

Jawaban: HARUS dikomersilkan dan tidak boleh rugi. Apabila rugi sehingga pokok harta wakaf berkurang maka Nazhir wajib mengganti kerugian tersebut. Apabila untung maka nazhir hanya berhak maksimal 10% dari keuntungan pengelolaan wakaf, 40% untuk pengembangan dan 50% untuk maukuf alaih.

Harta benda wakaf tidak boleh dijual, diwariskan, dan dibagikan tetapi harus dikomersilkan sehingga produktif bisa bermanfaat bagi maukuf ‘alaih (penerima manfaat wakaf).

Wakaf adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum sesuai syariah.

Rukun Wakaf
1. Wakif (orang yang berwakaf)
2. Maukuf bih (harta benda yang diwakafkan)
3. Nazhir (pengelola harta benda wakaf)
4. Sighat (ikrar wakaf)
5. Maukuf ‘Alaih (penerima manfaat wakaf)

Berbeda dari zakat, infak, sedekah, justru wakaf memiliki keunikan. Harta benda yang diwakafkan tidak boleh berkurang karena dibagikan, tetapi harus dikomersilkan untuk dapat memberikan manfaat pada maukuf ‘alaih.

Jenis maukuf alaih:
1. Wakaf Ahli (maukuf ‘alaih terdiri dari keluarga dan keturunannya)
2. Wakaf Khairi (maukuf ‘alaih untuk kepentingan umum)
3. Wakaf mustarak (maukuf ‘alaih keluarga dan umum)

Apabila uang yang Anda miliki diwakafkan di Yayasan Karantina Tahfizh Al-Quran Nasional. Kemudian dialokasikan pada pembangunan masjid, akses jalan, asrama, dapur umum, perkebunan dan aset produktif lainnya. Hal ini tentu akan menjadi pahala jariyah yang terus menerus selama aset wakaf tersebut digunakan.

Apakah wakif mendapatkan keuntungan di dunia akhirat?…

Pada jenis wakaf ahli, seorang wakif boleh menerima keuntungan dari hasil pengelolaan dana wakaf sebesar maksimal 50%. Tetapi tidak boleh mengambil kembali sedikit pun dari harta benda yang diwakafkan.

Nazhir (pengelola harta benda wakaf) bisa menyalurkan kepada maukuf ‘alaih. Maukuf ‘alaih bisa merupakan keluarga wakif.

Contoh 1:
YKTN Pusat membuat hotel Syari’ah dari dana wakaf. Wakif mewakafkan hartanya sebesar Rp 381.000.000,- untuk 1 kamar. Hasil bersih dari pengelolaan operasional hotel didapatkan Rp 6.400.000,- per bulan. Maka nazhir memperoleh 10%, pengembangan wakaf 40%, dan maukuf ‘alaih sebesar 50%.

Contoh 2:
Kita bisa mewakafkan sebidang tanah untuk dikelola dalam bidang pertanian. Lalu dari hasil pertanian tersebut 10% untuk nazhir, 40 % untuk pengembangan, 50% untuk maukuf ‘alaih. Nah… maukuf ‘alaih bisa dari keluarga dan keturunan wakif, untuk jenis wakaf ahli. Maukuf ‘alaih atau penerima manfaat wakaf bisa untuk beasiswa yatim dhuafa, operasional pesantren, dan kepentingan umum lainnya.

Masih banyak literasi wakaf yang belum dituliskan dalam artikel ini. Hal-hal lainnya bisa dipelajari kembali dan dikonsultasikan lebih lanjut bersama para ahli fiqih dan atau diutamakan yang tersertifikasi nazhir wakaf terdaftar di Badan Wakaf Indonesia (BWI).

Wakaf sudah dipraktikkan sejak masa Rasulullah Saw, seperti wakaf tanah untuk masjid Quba, wakaf kebun Bairoha oleh Abu Thalhah, wakaf kebun Khaibar oleh Sayidina Umar, wakaf sumur Ruumah oleh Sayyidina Utsman. Jabir bin Abdillah meriwayatkan, setelah Sayidina Umar bin Khaththab mengikrarkan wakafnya di depan para sahabat, para sahabat lain turut berwakaf, sehingga semua sahabat yang memiliki kemampuan, mereka berwakaf.

Pada masa Dinasti Umayyah, Abbasiyah, hingga Turki Utsmani, praktik wakaf menjadi salah satu amaliah umat Islam. Bahkan wakaf menjadi instrumen penting untuk membangun kesejahteraan umat. Seiring dengan masuknya Islam ke Indonesia, wakaf juga berkembang di kalangan umat Islam Indonesia.

Pada awalnya praktik wakaf di Indonesia lebih banyak untuk masjid, kuburan, dan pesantren. Belakangan, praktik wakaf berkembang dalam bentuk yang lebih variatif, seperti rumah sakit, pertokoan, pertanian, perkebunan, rumah susun, penginapan, uang, dan saham.

Keutamaan Ibadah Wakaf sebagaimana dikemukakan oleh para ulama terdapat pada ayat Al-Quran dan Hadits sebagai berikut:

– Surat Ali Imran ayat 92.

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahui.”

– Surat al-Baqarah ayat 261.

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkan hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir tumbuh seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki, Dan Allah Maha Kuasa (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

– Hadits tentang shadaqah jariyah, sebagaimana telah disinggung di atas. Dari Abu Hurairah r.a., sesungguhnya Nabi Muhammad saw bersabda, “Apabila anak Adam meninggal dunia maka putuslah amalnya, kecuali tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak sholeh yang mendoakan orang tuanya.”

Hadits ini dikemukakan dalam bab wakaf, karena shadaqah jariyah oleh para ulama ditafsirkan sebagai wakaf. Di antara para ulama yang menafsirkan dan mengelompokkan shadaqah jariyah sebagai wakaf adalah Asy-Syaukani, Sayyid Sabiq, Imam Taqiyuddin, dan Abu Bakr.

Pembahasan lainnya cukup panjang tetapi tulisan ini hanya merangkum bahwa harta benda wakaf HARUS dikomersilkan. Bahkan apabila tidak dikomersilkan maka dianggap tidak amanah karena tidak dapat memberikan manfaat pada maukuf ‘alaih.

Yadi Iryadi, S.Pd.

Pembina II Yayasan Karantina Tahfizh Al-Quran Nasional
Founder Metode Yadain Litahfizhil Quran

Informasi dan pendaftaran karantina tahfizh Al-Quran

www.hafalquransebulan.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

HTML Snippets Powered By : XYZScripts.com