Belajar itu: 12% Masuk Secara Sadar dan 88% Bawah Sadar
Table of Contents
Betulkah proses belajar itu: 12% masuk secara sadar dan 88% masuk secara bawah sadar? Bagaimana cara kerja pikiran manusia sebelum membahas tentang pembelajaran.
Cara Kerja Pikiran Manusia
Sebelum membahas tentang bagaimana belajar, marilah kita ingat kembali cara kerja pikiran manusia yang begitu unik. Keunikan tersebut pasti setiap orang pernah mengalaminya:
- Mengingat hal yang dianggap penting dan melupakan yang diabaikan
- Mengingat hal yang berusaha keras dilupakan dan melupakan hal yang berusaha diingat
Agar kita dapat menghafal Al-Qur’an maka harus dipentingkan menghafal terus-menerus tak peduli mau hafal atau tidak hafal yang penting menghafal terus tanpa takut tidak hafal. Bahkan ada yang mengatakan bahwa untuk hafal yaitu dengan cara berusaha melupakannya dengan cara membacanya terus-menerus meskipun sudah hafal.
Lupa itu mengendap di pikiran bawah sadar sedangkan cara memunculkannya kembali yaitu dengan repetisi (pengulangan) sambil rileks, nyaman, senang, semangat, ceria, gembira, bahagia, ikhlas, khusyu’. Adapun kata-kata yang dapat menghapus memori hafalan yaitu keluhan “lupa”, “sulit”, “susah” dan sejenisnya.
Pada waktu penulis awal-awal belajar bahasa Hypnosis berbasis Neuro Linguistic Programming (NLP) penulis biasa bermain-main dengan kata “Lupa” sampai orang-orang yang dihipnosis melupakan namanya sendiri bahkan tidak kenal dengan KTP yang ada di dompetnya padahal dalam keadaan sadar seutuhnya.
Penulis juga dulu sering menggunakan kata “sulit” untuk memprogram sesuatu yang mudah dilakukan. Misalnya dengan mensugestikan bahwa tangan kanan yang memegang kepalanya sendiri semakin menempel dan “sulit” untuk dilepaskan. Begitu subjek percaya bahwa dirinya sulit memisahkan tangan dari kepalanya maka terjadilah hal yang diyakininya padahal dalam keadaan sadar seutuhnya hanya karena terpengaruh sugesti kata-kata.
Dahsyatnya kata “Lupa” dan kata “sulit” dan sejenisnya sampai menghapus sebagian memori yang dilupakan dan mempersulit sesuatu yang mudah untuk dilakukan.
Nah… Bagaimana jika sugesti Lupa diubah menjadi “Al-Qur’an semakin dibaca berulang semakin ingat dan semangat membacanya” dan kata sulit disugestikan “mudah sebagaimana janji Allah bahwa Al-Qur’an itu mudah dipelajari” maka yang terjadi adalah santri semakin semangat untuk belajar dan akhirnya bisa mencapai tujuannya menghafal Al-Qur’an.
Memang tidak perlu langsung percaya dengan penyampaian teori ini sampai Anda menjadi peserta karantina tahfizh. Bahkan Anda akan menyaksikan bagaimana peserta lain mampu menghafal Al-Qur’an dengan kemudahan yang dibukakan oleh Allah Subhanahu Wata’ala dan hal tersebut bukan mustahil Anda pun dimampukan oleh Allah Subhanahu Wata’ala untuk menghafalnya.
Penggunaan Panca indra
Apa pun yang difokuskan diakses oleh pancaindra maka informasi tersebut masuk dan diproses di otak pikiran sadar, menurut para ahli Neuro Linguistic Programming (NLP) jumlahnya antara 4 sampai 12 persen secara sadar. Sedangkan informasi yang tidak difokuskan tapi masuk ke dalam panca indra maka akan berpengaruh sebanyak 88% sampai 96% masuk ke dalam pikiran bawah sadar.
Masalahnya, jika informasi yang masuk ke bagian pikiran bawah sadar itu negatif maka program bawah sadarlah yang mempengaruhi keputusan sesuai dengan nilai “kebenaran” yang diyakini paling awal dalam hal ini hal negatif.
Pikiran bawah sadar berisi diantaranya mengenai pengalaman masa lalu, ilmu yang telah mahir dikuasai, nilai-nilai baik buruk yang tertanam sejak kecil, etika, moral, akhlak, keterampilan, kebiasaan dan segala sesuatu yang sifatnya otomatis.
Contoh ilustrasi mudahnya begini, jika Anda pertama kali belajar naik sepeda maka pikiran Anda akan disibukkan dengan berpikir bagaimana memegang stang, menggayuh pedal awal kaki kanan, naik pada jok sepeda, menyeimbangkan tubuh dan menyusul dengan pedal kaki kiri yang digayuhkan lalu maju dengan penuh keraguan dan terjatuh. Kemudian Anda mencobanya lagi sampai lancar tanpa takut jatuh.
Fenomena naik sepeda dalam keadaan lancar itulah yang berarti pelajaran naik sepeda sudah berada di pikiran bawah sadar, atau istilah populernya adalah kemahiran di luar kepala. Tanpa berpikir saja pasti bisa naik sepeda.
Pada saat pertama kali menghafal ayat-ayat Al-Qur’an pasti akan terasa berat dan susah. Sehingga membutuhkan usaha pengulangan yang sangat banyak. Kemudian menjadi hafal dan lancar bisa setoran hafalan Al-Qur’an karena telah masuk ke dalam pikiran bawah sadar.
Antara pikiran sadar dan bawah sadar terdapat pembatas yang para ahli neuroscience mengistilahkan RAS (Reticuler Activating System). Ini adalah pembatas antara pikiran sadar dan bawah sadar agar dapat menjaga eksistensi dari sugesti yang tidak diterima.
Jika Anda ditawari makanan kesukaan Anda namun penyajiannya di Toilet yang steril, bersih dan wangi. Maka pikiran bawah sadar Anda akan menolaknya. Itulah cara kerja pikiran bawah sadar yang mempengaruhi keputusan.
Mengapa tidak setiap orang yang diajak untuk menghafal Al-Qur’an mau menghafalnya?… Karena nilai-nilai dalam pikiran bawah sadar seseorang berbeda-beda sehingga sebagian orang menolaknya dan sebagian orang menerimanya dengan senang hati.
Cara Menembus Pikiran Bawah Sadar
Informasi yang sudah masuk ke dalam pikiran bawah sadar cenderung permanen. Berikut ini merupakan hal-hal yang menyebabkan memori masuk ke dalam pikiran bawah sadar manusia:
– Emosi yang intens/kuat
Kenangan yang paling mudah diingat biasanya kenangan yang memiliki emosi yang intens. Misalnya ingatan pada saat bahagia, ingatan pada saat bersedih, takut, haru, kecewa dan lain sebagainya. Emosi yang intens misalnya pada saat awal mula terjadinya sebuah trauma atau phobia.
Sebenarnya fenomena trauma dan phobia ini bisa dijadikan model bagaimana manusia dapat belajar sekali mengalami lantas ingat selamanya dan susah melupakannya.
Begitu pula saat tadabbur Al-Qur’an maka saat menangis bertemu tentang ayat azab, terharu dan berharap saat bertemu ayat-ayat surga. Merasa takjub dengan ayat mengenai keindahan penciptaan alam semesta. Merasa bahagia berkenaan ayat-ayat syukur. Merasa waspada dan hati-hati pada saat bertemu ayat-ayat asmaul husna dan perasaan-perasaan lain yang intens/kuat.
– Figur Otoritas
Jika seorang dokter berbicara di bidang kesehatan maka pendengarnya akan percaya/tersugesti. Jika seorang arsitek berbicara mengenai konstruksi bangunan maka pendengarnya akan percaya. Sedangkan jika tertukar materi pembicaraannya maka pendengarnya tidak akan tersugesti. Begitu pula dalam bidang menghafal Al-Qur’an. Jika gurunya adalah penghafal Al-Qur’an yang lancar hafalannya maka muridnya akan patuh tersugesti oleh nasihat, wejangan gurunya.
Uniknya setoran hafalan pada guru yang lancar hafalannya akan lebih berkesan di hati murid.
Alhamdulillah di Yayasan Karantina Tahfizh Al-Qur’an Nasional ada muhaffizh dan muhaffizhah yang siap menerima setoran hafalan Al-Qur’an dalam sehari semalam minimal 60 menit x 10 = 600 menit (10 jam), sudah setara dengan tilawah 30 juz Al-Quran.
– Repetisi (Pengulangan)
Belajar pelajaran apa pun kuncinya adalah pengulangan. Bagaimana seorang murid yang belajar matematika akan mengulang-ulang, mencoba-coba, rumus-rumus yang sudah dipelajarinya.
Begitu pula pelajaran IPA, IPS selalu diulang dan dibaca kemudian latihan-latihan soal diulang dikerjakan maka akan semakin menguasai degan baik. Seorang penghafal Al-Qur’an akan mengulang hafalannya sampai lancar.
Bahkan setelah hafalan lancar pun akan semakin bersemangat dalam menghafal Al-Qur’an. Apabila hafalannya pudar maka yang dilakukan adalah membacanya kembali tanpa khawatir tidak hafal.
Sebab kalau pun tidak hafal seorang penghafal Al-Qur’an akan senantiasa menghafal Al-Qur’an. Justru jika seorang penghafal Al-Qur’an berhenti menghafal Al-Qur’an maka sudah kehilangan jati dirinya sebagai seorang penghafal Al-Qur’an
– Lingkungan
Tanpa disadari lingkungan mempunyai porsi yang besar dalam mempengaruhi hidup manusia. Manusialah yang membentuk lingkungan secara tidak disengaja kemudian lingkungan membentuk sikap pola pikir manusia. Lingkungan dapat dibentuk secara sengaja.
Bagaimana lingkungan para penghafal Al-Qur’an akan dikondisikan secara kondusif untuk menghafal Al-Qur’an. Saat Anda berada di karantina tahfizh Anda akan merasakan betapa menghafal Al-Qur’an dalam durasi 10-13 jam bukanlah beban.
Justru menikmati lingkungan penghafal Al-Qur’an dengan senang hati dan Anda pun akan terpengaruh baik secara sadar terlebih secara tidak disadari.
– Kondisi Khusyu’atau pikiran bawah sadar
Kondisi rileks, santai, serius, khidmat, kondusif, nyaman, semangat, antusias, fokus, saat-saat khusyu’ inilah terjadi akselerasi belajar. Sebab pada kondisi ini sedang terbuka antara pikiran sadar dan bawah sadar seseorang. Penghafal Al-Qur’an sangat ditekankan pengkondisian pikiran dan perasaan.
Oleh karena itu hati yang kondusif untuk menghafal Al-Qur’an misalnya ikhlas, tawakal, Ridha, Khauf (takut pada Allah), Raja’ (berharap rahmat Allah, himmah aliyah (obsesi yang tinggi), iffah (menjaga diri dari dosa), tawadhu, dan berbagai amalan hati lainnya sangat membantu dalam menghafal Al-Qur’an.
Kondisi khusyu’ lawan katanya adalah tidak fokus, lalai. Dalam keadaan hati dan pikiran akan sangat sulit menghafal Al-Qur’an. Oleh karena itu di Yayasan Karantina Tahfizh Al-Qur’an Nasional peserta dilatih agar mampu mengakses khusyu’ untuk menghafal Al-Qur’an.
– Kesesuaian nilai
Kita tidak mungkin mampu memaksakan sesuatu pada seseorang terlebih hal yang sifatnya pikiran dan perasaan. Mungkin kita bisa saja memaksakan kehendak pada orang lain atas dasar ancaman namun hal itu tidak akan dapat mengubah pikiran dan perasaannya.
Agar mampu mempengaruhi seseorang maka dibutuhkan pendekatan yang sesuai dengan nilai-nilai yang diyakini oleh seseorang yang dituju.
Begitu pula untuk menghafal Al-Qur’an. Jika nilai-nilai yang telah tertanam dalam pikiran bawah sadar calon penghafal Al-Qur’an kurang memberdayakan maka akan kesulitan memberdayakannya jika calon penghafal Al-Qur’an tidak mengubahnya dengan seluruh kesadaran.
– Coaching one on one
Adakalanya faktor kesulitan menghafal Al-Quran terjadi karena mental blok yang belum mampu ditembus oleh figur otoritas, repetisi, lingkungan, emosi intens, kondisi khusyu’, kesesuaian nilai maka membutuhkan seorang Coach yang ahli dalam melatih klien agar memberdayakan dirinya dengan mengubah bahasa-bahasa komunikasi dalam pikiran bawah sadarnya.
Seorang coach tidak akan menasihati penghafal Al-Qur’an dengan memaparkan keutamaan-keutamaan menghafal Al-Qur’an dan tidak pula memotivasi penghafal Al-Qur’an agar melakukan ini atau itu karena bisa jadi justru calon penghafal Al-Qur’an sudah mengetahui hal itu.
Lantas yang dilakukan oleh coach adalah mengeluarkan kemampuan terpendam yang ada di dalam pikiran dan perasaan calon penghafal Al-Qur’an.
Berbeda orang biasanya keluhan menghafal Al-Qur’an berbeda-beda pula solusinya. Maka keberadaan coach diharapkan mampu mengatasi titik jenuh menghafal Al-Qur’an. Baca juga awalnya terasa sulit ternyata Allah mudahkan klik di sini.
Proses belajar itu: 12% masuk secara sadar dan 88% masuk secara bawah sadar? Karantina tahfizh direkayasa sedemikian rupa agar kondusif bagi pembelajaran akselerasi menghafal Al-Quran.
Adapun hasilnya, semua atas karunia Allah Semua upaya yang dilakukan di Yayasan Karantina Tahfizh Al-Qur’an Nasional merupakan ikhtiar mengikuti sunnatullah yang masuk akal dan memungkinkan bagi siapa pun untuk memulai dan memuraja’ah hafalan Al-Qur’an.
Informasi dan pendaftaran hubungi 081312700100 atau langsung mendaftarkan diri di sini
Yadi Iryadi, S.Pd.
Pembina II Yayasan Karantina Tahfizh Al-Qur’an Nasional
Founder Metode Yadain Litahfizhil Qur’an