Menjaga Kesehatan Ruhiyah Saat Menghafal Al-Quran

Table of Contents
Saat menghafal Al-Quran, para penghafal Al-Qur’an harus mampu menjaga kesehatan ruhiyah. Sebagaimana telah dibahas pada artikel lainnya bahwa sistem karantina tahfizh Al-Quran terdiri dari (1) Disiplin mengikuti standar prosedur (2) Memperbaiki tahsin tilawah Al-Quran (3) Menjaga kesehatan fisik, mindset, dan ruhiyah, kemudian (4) Metode Yadain Litahfizhil Quran.
Kali ini penulis akan fokus pada kajian tentang menjaga kesehatan ruhiyah. Manusia bukanlah berupa fisik saja, di dalamnya terkandung akal pikiran dan ruhiyah yang dapat mempengaruhi perilaku manusia tersebut. Ruh merupakan bagian yang paling mulia dan penting sebab tanpa ruh maka jasad manusia akan mati. Sedangkan ruh itu sendiri merupakan abadi sampai Allah berkehendak padanya.
Olah Raga, Olah Pikir, dan Olah Ruh
Tentu kita sering mendengar istilah olah raga, maka yang dipertahankan kesehatannya yaitu fisiknya agar senantiasa sehat. Adapun olah pikir bisa dilakukan dengan belajar dan memperbaiki keterampilan berpikir secara logis dan imajinatif. Adapun ruh bisa dididik agar mengenali Sang Pencipta alam semesta.
Kekurangan pendidikan ruhani dan kurangnya perhatian terhadap hal ini akan merusak aspek manusia dari sisi ruh, akal dan tubuh fisik serta kehidupan sosial seluruhnya. Diantara hal yang bisa dilakukan untuk menjaga kesehatan ruh yaitu dengan membiasakan beribadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Ibadah yang dilandasi dengan keimanan dan ketaatan dalam bentuk ketakwaan kepada Allah.
Membiasakan diri untuk shalat, berdzikir, berdoa, membaca Al-Quran, zakat, infaq, sedekah, puasa, haji, dan semua amalan ibadah mahdah dan ghairu mahdhah memiliki efek peningkatan terhadap kesehatan ruh. Selain itu, berkumpul dengan orang shaleh, belajar di majelis ilmu, membaca, menyimak atau mendengarkan kisah para Nabi dan orang shaleh. Melatih ruhani juga bisa dilakukan dengan mengajak kepada kebenaran dan mencegah keburukan. Keikhlasan dan rasa penyerahan diri kepada Allah secara konsisten mampu membuat suasana yang membahagiakan.
Kesehatan ruhani, ruhiyah, atau ruh bisa dirasakan langsung oleh manusia berupa ketenangan batin yang tenang dan tentram. Tidak ada kekhawatiran maupun rasa sedih hati pada diri orang-orang yang ruhaninya sehat.
Allah Subhanahu Wata’ala Berfirman,
Golongan yang diberikan anugerah oleh Allah Swt. berupa ketiadaan rasa khawatir, takut, dan sedih itu adalah sebagai wali Allah Swt., berikut ini redaksi ayatnya:
أَلَاۤ إِنَّ أَوۡلِیَاۤءَ ٱللَّهِ لَا خَوۡفٌ عَلَیۡهِمۡ وَلَا هُمۡ یَحۡزَنُونَ
“Ingatlah! Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” [Q.S. Yunus (10): 62]
Makna al-Khauf dan al-Huzn
Tafsir at-Tahrir wa at-Tanwir, Syekh Ibnu ‘Asyur memberikan penjelasan makna al-khauf ialah tidak mengharapkan datangnya suatu perkara yang tidak disukai. Adapun al-huzn beliau artikan sebagai emosi, atau hancurnya jiwa sebagai akibat dari terjadinya perkara yang tak tidak diharapkan.
Perbedaan antara al-khauf dan al-khuzn menurut Syekh Ibnu ‘Asyur–ialah rasa takut (khauf) itu dijumpai “sebelum” terjadinya perkara. Atau dengan kata lain tidak mengharapkan terjadinya suatu perkara di masa yang akan datang. Sedangkan rasa sedih (huzn) itu dapat dijumpai “setelah” terjadinya suatu perkara, baik atas dasar penyesalan maupun tidak.
Para penghafal Al-Quran supaya mendapatkan ketenangan pada proses menghafalkannya maka memerlukan olah ruhiyah dengan melakukan beberapa tips di bawah ini:
Mengikhlaskan Niat Menghafal Al-Quran
Tanpa niat ikhlas maka ibadah apa pun akan bernilai sia-sia. Tidak ada manfaat sedikit pun. Bahkan tanpa keikhlasan maka hukumnya bisa terjatuh pada syirik kecil atau bahkan syirik besar. Ikhlas secara istilah suatu aktivitas rohani yang mengharapkan keridhaan Allah atas suatu amal, membersihkannya dari segala tujuan selainnya.
Bertobat Kepada Allah dan Meninggalkan Maksiat
Kemaksiatan dan kemungkaran memberikan efek ketidaktenangan pada ruhani, pikiran pun bisa terganggu, dan kesehatan fisik pun merasa tidak nyaman. Padahal ketenangan sangat diperlukan bagi seseorang untuk memperoleh kebahagiaan. Setiap muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah tentu harus selalu dalam keadaan bertaubat dan meninggalkan maksiat. Sebab maksiat tersebut seperti noda yang menutupi hidayah / petunjuk Allah. Apabila noda tersebut sudah terlalu banyak maka sangatlah sulit untuk dapat menerima pantulan cahaya nasihat agama.
Meningkatkan Ghirah atau Semangat Beribadah Kepada Allah
Menghafal Al-Quran pahalanya begitu besar. Tentu ini harus dijadikan sebagai semangat untuk mencari Ridha Allah. Menghafal Al-Quran dengan cara membaca ayat-ayat secara berulang tentulah pahalanya semakin berlipat. Bahkan pahalanya dihitung dari setiap huruf yang dibaca mengandung sepuluh kebaikan.
Disiplin dan Konsisten Mengikuti Program Tahfizh Al-Quran
Sangat jarang dan hampir tidak mungkin manusia bisa konsisten mendisiplinkan diri tanpa kehadiran manusia lain. Penghafal Al-Quran perlu berkumpul dengan penghafal Al-Quran lainnya sehingga terjalin komitmen untuk membentuk lingkungan yang disiplin mempelajari dan menghafalkannya.
Menyediakan Waktu Khusus untuk Menghafal Al-Quran
Waktu menghafal Al-Quran harus disediakan secara khusus dan disesuaikan dengan keadaan aktivitas masing-masing. Pada dasarnya profesi apa pun yang kita jalani pastilah ada waktu-waktu senggang diantara waktu-waktu shalat wajib 5 waktu. Misalnya waktu sebelum Shubuh, setelah Shubuh, setelah Dzuhur, Setelah Ashar, Sebelum Maghrib, antara Maghrib dan Isya, kemudian setelah Isya’. Ini merupakan waktu-waktu terbaik yang siapa pun pasti memiliki salah satunya atau bahkan semuanya.
Membuat Target Hasil dan Target Durasi Menghafal Al-Quran
Menghafal Al-Quran memerlukan dua target. Adakalanya target berdasarkan hasil dan apabila belum berhasil maka target berdasarkan durasi. Misalnya menghafalkan Al-Quran target sehari 1 halaman, maka tidaklah masalah apabila target tersebut tidak tercapai yang penting target durasi menghafalkannya dipenuhi dengan baik.
Demikian pula yang terjadi di karantina tahfizh, tidaklah masalah sehari mendapatkan 7 halaman. Meskipun tidak mendapatkan 20 halaman per hari namun yang terpenting target durasi 12 jam belajar bisa terpenuhi dengan baik.
Melancarkan Bacaan Al-Quran dan Hafalan Al-Quran
Kelancaran membaca Al-Quran akan menunjang baiknya hafalan Al-Quran. Bacaan Al-Quran harus sesuai dengan kaidah tajwid. Apabila kaidah tajwid belum dilakukan dengan baik maka targetnya yaitu perbaikan bacaan Al-Quran. Namun apabila bacaan Al-Quran sudah baik maka fokus utama bisa pada hafalan Al-Quran sehingga memperoleh pola akselerasi dari menghafal Al-Quran dengan sistem karantina tahfizh.
Tidak Terburu-buru Melainkan Menikmati Proses Terus-menerus
Semakin terburu-buru menghafalkan A-Quran justru tidak akan mendapatkan hafalan Al-Quran. Karakteristik otak manusia tidak dapat menyimpan secara permanen apa yang dipelajari secara tergesa-gesa. Makna tergesa-gesa atau terburu-buru tentu berbeda dengan membaca cepat. Bacaan yang cepat atau hadr biasanya masih bisa disertai dengan tadabbur terjemah, terbayang bentuk tulisan dan urutan kata-kata yang diucapkan juga benar.
Menggunakan Satu Jenis Mushaf yang Dijadikan Model dalam Ingatan
Seiring dengan pengulangan bacaan terus-menerus maka mushaf Al-Quran akan terbayang di dalam pikiran para penghafal Al-Quran. Oleh karena itu, penting untuk menggunakan satu jenis mushaf. Di karantina tahfizh Al-Quran para peserta diwajibkan menggunakan Al-Quran Yadain, sebab di dalamnya terdapat konten yang dapat membantu percepatan hafalan Al-Quran.
Tidak Merasa Minder atau Kecil Hati dari Target Orang Lain
Kemampuan menghafal Al-Quran antara satu peserta dengan peserta lainnya tentu tidak dapat dibandingkan. Perbandingan tersebut tentu tidaklah adil, mengingat perbedaan latar belakang para penghafal Al-Quran yang berbeda-beda. Tentulah berbeda antara penghafal Al-Quran yang bertahun-tahun pernah mondok di pondok pesantren dengan seorang penghafal Al-Quran yang baru saja hijrah.
Menghilangkan Gangguan Pikiran Berupa Keyakinan-keyakinan Penghambat
Gangguan pikiran seringkali berasal dari self-talk yaitu ucapan diri sendiri terhadap diri sendiri yang menghambat proses menghafal Al-Quran. Hal ini bisa dalam bentuk bisikan suara, gambar di dalam pikiran, lintasan kejadian yang terjadi dalam khayalan, dan segala keyakinan yang menghambar proses menghafal Al-Quran.
Berikut ini contoh dari gangguan pikiran berupa keyakinan penghambat:
- Meyakini menghafal Al-Quran itu sulit dan muraja’ahnya lebih susah
- Meyakini bahwa hafalan Al-Quran bisa lupa sehingga menganggap bahwa ini merupakan aktivitas yang sia-sia.
- Meyakini bahwa hafalan Al-Quran tidak akan berguna
- Dan keyakinan-keyakinan lainnya yang menghambat proses menghafal Al-Quran.
Mengumpulkan Alasan Kuat Mengapa Dirinya Menghafal Al-Quran
Alibi seringkali dilakukan oleh orang yang tidak mau menghafal Al-Quran. Padahal sebenarnya kita bisa menginventarisasi berbagai alasan mengapa kita menghafalkan Al-Quran.
- Saya menghafal Al-Quran karena saya ingin Allah Ridha pada keluarga saya.
- Saya menghafal Al-Quran agar anak saya cinta Al-Quran.
- Dan sebagainya.
Perbanyaklah alasan mengapa kita menghafal Al-Quran maka ini akan menjadi pendorong sekaligus penarik bagi kita agar semakin konsisten menghafalkan Al-Quran.
Menghadirkan Ketenangan Batin dan Kebahagiaan Saat Menghafal Al-Quran
Ketenangan batin dapat dirasakan oleh penghafal Al-Quran manakala proses menghafalkan Al-Quran dilakukan dengan niat untuk mengharapkan Ridha dari Allah.
Yadi Iryadi, S.Pd.
Pembina II Yayasan Karantina Tahfizh Al-Quran Nasional
Founder Metode Yadain Litahfizhil Quran
Informasi dan Pendaftaran