6 Tips Membangkitkan Semangat Menghafal Al-Quran: Pemula di Juz ‘Amma

Table of Contents
Menghafal Al-Quran adalah sebuah perjalanan yang menggabungkan ketekunan, keimanan dan sikap mental. Khususnya bagi pemula, menghafal bagian Juz ‘Amma sering kali menjadi langkah pertama yang penuh tantangan namun memberi kepuasan.
Rasulullah SAW mengajarkan bahwa Al-Quran bukan hanya kitab suci, tapi juga petunjuk dan pedoman hidup. Oleh karena itu, menghafal Al-Quran adalah salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memahami esensi ajaran Islam. Bahkan orang yang paling berhak menjadi seorang pemimpin yaitu yang paling banyak menghafal Al-Quran.
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Mis’ar bin Habib Al-Jarmi, telah menceritakan kepada kami Amru bin Salamah dari Ayahnya bahwasanya mereka pergi menghadap kepada Nabi ﷺ sebagai utusan kaumnya. Tatkala mereka hendak pulang, mereka bertanya; Wahai Rasulullah, siapakah (yang lebih berhak) untuk menjadi imam bagi kami? Beliau bersabda, “Orang yang paling banyak menghafal Al-Qur’an.” Amru bin Salamah berkata, Ternyata tidak ada seorang pun dari kaum kami yang menghafal Al-Qur’an sepertiku. Kata Amru; Karena itu mereka mengajukanku (untuk menjadi imam), padahal saya masih kanak kanak yang sedang memakai kain toga (sejenis jubah). Maka tidaklah saya menghadiri suatu perkumpulan di Jarm, melainkan saya pasti yang menjadi imam mereka, dan saya pula yang menyalati jenazah mereka (menjadi imam) sampai hari ini. Abu Daud berkata, Dan diriwayatkan oleh Yazid bin Harun dari Mis’ar bin Habib Al-Jarmi dari Amru bin Salamah dia berkata, Tatkala kaumku mengirim utusan kepada Nabi ﷺ, tanpa menyebut dari ayahnya (HR. Abu Dawud).
Namun, proses menghafal Al-Quran bagi pemula tidak selalu mudah. Banyak pemula merasa putus asa karena berbagai alasan seperti kesulitan menghafal, lambatnya kemajuan, atau perasaan tidak mampu. Artikel ini bertujuan untuk membantu mengatasi rasa putus asa tersebut dan menemukan semangat baru dalam menghafal Al-Quran, khususnya Juz ‘Amma.
1. Menetapkan Tujuan yang Jelas
Langkah pertama dan terutama dalam perjalanan menghafal Al-Quran adalah menetapkan tujuan yang jelas dan terdefinisi dengan baik. Langkah ini lebih dari sekadar formalitas; ini adalah fondasi yang akan menopang semangat dan dedikasi dalam hafalan Al-Quran.
Mulailah dengan bertanya pada diri sendiri mengapa memilih untuk mengambil tugas ini. Apakah itu untuk pertumbuhan keimanan dan ketakwaan, sebagai cara untuk mendekatkan diri dengan Allah, atau mungkin sebagai tantangan pribadi untuk meningkatkan kapasitas intelektual dan memori saja?
Tujuan dapat bervariasi dari satu individu ke individu lainnya. Bagi sebagian orang, menghafal Al-Quran sepenuhnya adalah sebuah kewajiban yang mereka rasakan perlu dipenuhi sebagai bagian dari kehidupan beribadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Bagi orang lain, ini mungkin tentang pencarian pahala dan berkah dalam kehidupan sehari-hari, atau mungkin sebagai sarana untuk memberikan pendidikan agama kepada anak-anak mereka.
Sesaat setelah pembaca memahami faktor pertanyaan ‘mengapa’ yang mendorong keinginan untuk menghafal Al-Quran, sebaiknya tuliskan tujuan tersebut dalam sebuah buku agenda atau buku harian. Hal ini akan membantu tidak hanya dalam meningkatkan komitmen tapi juga memberi keteguhan atas alasan yang konkret untuk kembali ketika terjadi kemunduran motivasi atau terhalang oleh hambatan.
Sebab, dalam proses menghafal yang seringkali panjang dan penuh tantangan, akan ada saat-saat ketika merasa lelah atau ragu. Rintangan seperti hilangnya motivasi, kesulitan dalam mempertahankan rutinitas, atau frustrasi akibat kemajuan yang tampak lambat, adalah umum terjadi.
Selain itu, tujuan yang jelas memberikan arah yang jelas. Tetapkan rencana yang sistematis dengan langkah-langkah terukur, dari memilih metode hafalan yang paling sesuai dengan gaya belajar pribadi hingga menentukan bagian-bagian Al-Quran yang akan dihafalkan terlebih dahulu. Mungkin juga memutuskan untuk mengatur target jangka pendek dan jangka panjang, apakah itu menghafal sejumlah ayat setiap hari atau menyelesaikan satu Juz dalam sebulan.
Dengan tujuan yang jelas yang dijadikan pedoman menyebabkan dorongan untuk menghafal Al-Quran akan menjadi lebih kuat, memungkinkan hafalan Al-Quran akan terus bergerak maju meskipun dihadapkan pada berbagai kesulitan.
Motivasi ini bukan hanya tentang keinginan untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, tetapi juga mengenai kepuasan batin yang datang dari kepatuhan dan dedikasi terhadap sebuah amalan yang dipandang mulia. Dengan niat yang tulus dan tujuan yang jelas, perjalanan menghafal Al-Quran akan menjadi lebih terarah dan bermakna.
2. Hindari Membandingkan Diri dengan Orang Lain
Perasaan untuk membandingkan diri dengan kemajuan orang lain adalah sifat manusia yang sangat alami, namun dalam konteks pembelajaran dan perkembangan pribadi, ini seringkali lebih merugikan daripada menguntungkan.
Penting untuk diingat bahwa setiap individu unik, dengan kekuatan dan tantangan mereka sendiri. Proses pembelajaran adalah perjalanan individual yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti latar belakang pendidikan, kapasitas memori, komitmen waktu, dan tingkat konsentrasi. Seorang individu mungkin mencapai penguasaan dalam beberapa hari, sementara yang lain membutuhkan beberapa minggu untuk hal yang sama, dan itulah yang membuat proses belajar menjadi kaya dan bervariasi.
Jika seseorang terus membandingkan dirinya dengan orang lain, yang mungkin terlihat seperti mereka bergerak lebih cepat atau mencapai lebih banyak, ini dapat mengarah pada perasaan tidak cukup baik yang tak perlu, yang bisa sangat merugikan motivasi dan harga diri. Perbandingan seperti itu bisa membawa pada keraguan diri yang tidak hanya merusak kepercayaan diri tetapi juga mengalihkan perhatian dari kemajuan pribadi yang sedang dicapai.
Sebaliknya, cobalah untuk menetapkan tujuan pribadi dan mengukur kemajuan terhadap standar yang diatur sendiri, bukan terhadap pencapaian orang lain. Rayakan setiap pencapaian kecil, setiap surat atau ayat yang dihafalkan, karena ini adalah bukti nyata dari kemajuan diri sendiri. Mengakui pertumbuhan pribadi ini sangat penting karena membangun momentum dan menguatkan keyakinan bahwa ia berada di jalur yang benar.
Dengan fokus pada perjalanan pribadi, maka akan cenderung merasa lebih puas dengan pembelajaran. Kepuasan ini berdampak positif seiring adanya peningkatan kepercayaan diri, kemampuan untuk mengatasi tantangan, dan akhirnya mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan. Keberhasilan pribadi setiap individu itu unik, dan menerimanya sepenuhnya membawa kedamaian batin dan memperkuat tekad kita untuk terus berkembang. Ingat, merupakan kebijaksanaan untuk belajar dari orang lain tapi juga penting untuk menghargai jalur diri sendiri dan menilai kemajuan dengan ukuran diri sendiri, bukan dengan membandingkan diri dengan orang lain.
3. Kesabaran dan Ketekunan dalam Belajar
Ketika memulai perjalanan menghafal Al-Quran, penting untuk mempersiapkan diri dengan kesabaran yang besar dan ketekunan yang teguh. Proses ini, seringkali panjang dan penuh rintangan, bisa menuntut tingkat ketahanan dan tenang yang tinggi. Setiap orang bergerak pada ritme mereka sendiri—beberapa mungkin merasa mufradat/kosakata dan ayat-ayat suci itu mengalir dengan mudah, sementara yang lain mungkin perlu mengulanginya berkali-kali untuk benar-benar menyerapnya.
Tidak ada ‘cepat’ atau ‘lambat’ yang objektif dalam hal ini; yang terpenting adalah hafalan bergerak maju, tidak peduli seberapa lamban. Jika pada suatu waktu merasa seolah-olah tidak membuat kemajuan sebanyak yang diharapkan, jangan cepat merasa putus asa. Ingat, kesabaran adalah bagian dari ibadah. Ia memiliki nilai yang sangat besar dan merupakan praktik yang akan menghasilkan hasil dalam banyak aspek kehidupan seorang muslim.
Sebagai manusia, kecenderungan untuk menginginkan hasil instan sering kali membuat kita frustrasi dengan persyaratan menghafal yang lambat dan metodis. Namun, sangat penting untuk mengakui dan merayakan setiap titik kemajuan, tidak peduli betapa kecilnya.
Setiap ayat yang berhasil dihafalkan adalah kemenangan, setiap surah yang dikunci dalam memori membawa sedikit lebih dekat ke tujuan final. Ini tidak hanya tentang menghafal kata demi kata tetapi juga tentang membangun koneksi yang lebih dalam dengan teks suci tersebut, yang mungkin memerlukan waktu dan refleksi.
Ketekunan juga sangat penting. Ada kemungkinan keinginan untuk menyerah saat menghadapi tantangan atau ketika kemajuan tampaknya stagnan, tapi itulah saat ketekunan menjadi kunci. Melakukan usaha yang konsisten dan terus menerus, bahkan ketika menghadapi rasa sakit atau kegagalan sementara, akan menuntun menuju penguasaan dan pemahaman yang lebih dalam.
Jadi, teruskan upaya untuk menghafal Juz ‘Amma terlebih dahulu, menggunakan setiap sesi belajar sebagai kesempatan untuk memperbaiki, menyesuaikan, dan memperluas pemahaman.
Letakkan kepercayaan pada proses, dan berilah diri sendiri ruang untuk tumbuh. Dengan kesabaran dan ketekunan, setiap upaya yang dilakukan sejalan dengan mencapai penguasaan penuh atas hafalan Al-Quran yang merupakan pencapaian spiritual dan intelektual yang sangat berharga.
4. Mencari Dukungan Lingkungan Belajar
Menemukan dukungan dalam upaya menghafal Al-Quran dapat memberikan manfaat berganda. Interaksi dengan seorang guru atau mentor yang kompeten tidak hanya memperkaya pengetahuan melalui transmisi ilmu mereka yang berharga, tetapi juga memberikan panduan kritis yang akan memperhalus teknik hafalan.
Seorang guru bisa memberikan umpan balik konstruktif, mengoreksi kesalahan-kesalahan bacaan dan hafalan Al-Quran, dan membimbing melalui bagian-bagian yang sulit dengan sabar dan kearifan. Dukungan ini mencegah pengembangan kebiasaan belajar yang salah dan mempercepat proses pembelajaran.
Selain itu, memiliki teman sejalan yang memahami perjuangan yang sama akan menambah kekuatan dan motivasi. Belajar dalam kelompok atau bahkan hanya berada dalam komunitas yang bersemangat secara umum dapat meningkatkan motivasi dan menjaga semangat hafalan Al-Quran. Teman-teman ini bisa menjadi sumber semangat saat down dan menjadi orang yang akan merayakan pencapaian saat berhasil menghafalkan sesuai target personal. Dukungan kolektif ini menciptakan lingkungan yang positif dan menyemangati untuk pertumbuhan spiritual dan mental.
5. Memutuskan Diri dari Kebiasaan Bermaksiat
Kemaksiatan dan dosa-dosa merupakan hambatan yang menyebabkan kendurnya beribadah. Karena itu memutuskan diri atau meminimalisir dosa yang disengaja maupun yang tidak disengaja merupakan keharusan bagi umat Islam yang mengharapkan Ridha Allah Subhanahu Wata’ala.
Kisah Imam Syafii tentang hafalan Al-Quran dan dosa yang ia keluhkan pada Imam Waqi adalah kisah yang sarat dengan hikmah tentang hubungan antara hati yang bersih, ketaatan, dan keberkahan ilmu. Berikut inti sari kisahnya:
Imam Syafii terkenal dengan kecerdasan dan hafalan luar biasa sejak muda. Beliau dikabarkan telah hafal Al-Quran pada usia 7 tahun. Suatu hari, Imam Syafii muda mengalami kendala. Hafalannya tidak lancar dan susah diingat. Hal ini tentu saja tidak biasa baginya.
Mengadu kepada Imam Waqi: Merasa bingung, Imam Syafii mengadu kepada gurunya, Imam Waqi’, tentang masalah hafalannya. Nasihat Imam Waqi’: Alih-alih memberikan tips menghafal, Imam Waqi’ justru bertanya, “Apakah kamu pernah melakukan dosa akhir-akhir ini?” Tanya beliau. Diingatkan sang guru, Imam Syafii merenung sejenak. Ia pun teringat pernah melihat sesuatu yang tidak seharusnya, meski sekilas dan tidak disengaja.
Imam Syafii kemudian bertaubat dengan sungguh-sungguh. Dan ajaib, setelah itu hafalannya kembali lancar dan bahkan semakin kuat.
Hikmah yang dapat dipetik dari kisah ini:
Keberkahan ilmu dikaitkan dengan kesucian hati dan ketaatan terhadap Allah. Dosa, meski kecil, dapat menjadi penghalang bagi kemudahan dan keberkahan dalam menimba ilmu.
Kesadaran dan introspeksi diri penting dilakukan ketika mengalami kesulitan dalam urusan ibadah atau ilmu. Seringkali, akar masalahnya justru berasal dari perbuatan atau sikap kita sendiri.
Taubat dan perbaikan diri adalah kunci untuk kembali mendapatkan keberkahan dari Allah.
Kisah ini menjadi pengingat bagi kita untuk senantiasa menjaga kesucian hati, berhati-hati dalam perbuatan, dan segera bertaubat jika melakukan kesalahan. Dengan hati yang bersih dan taat, segala urusan, termasuk dalam menuntut ilmu, akan menjadi lebih mudah dan berkah.
6. Biasakan Berdoa dan Tawakal
Bagian penting dalam perjalanan menghafal Al-Quran juga praktik berdoa dan tawakal, menyerahkan diri kepada kehendak Allah SWT setelah melakukan usaha terbaik. Berdoalah tidak hanya untuk meminta keberhasilan dalam menghafal tetapi juga untuk minta dijadikan proses ini sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Memohon kemudahan dan kekuatan akan mengingatkan bahwa kita tidak sendirian dalam perjuangan ini dan menciptakan suasana hati yang tenang yang diperlukan untuk penyerapan bacaan yang efektif.
Penting juga untuk memiliki keyakinan dan kepercayaan bahwa Allah SWT mendengar doa dan akan memberi bantuan kepada kita di saat yang tepat. Ingatlah bahwa berdoa juga adalah bagian dari proses belajar, bagian dari kehidupan seorang Muslim yang mencari pertumbuhan spiritual.
Berdoa memberikan kekuatan batin yang akan mendorong kita melewati tantangan dan hambatan dalam proses menghafal. Dengan berdoa, juga praktikkan tawakal, yaitu mempercayai bahwa Allah SWT akan selalu membuka jalan bagi mereka yang sungguh-sungguh berusaha dan mencari kemajuan spiritual melalui usaha menghafal Al-Quran.
Menghafal Juz ‘Amma adalah langkah awal yang indah dalam perjalanan menghafal Al-Quran. Semoga tips ini membantu kita mengatasi rasa putus asa dan menemukan kembali semangat menghafal Al-Quran. Selamat menghafal, semoga Allah SWT memberkahi setiap langkah kita. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.
Yadi Iryadi, S.Pd.
Founder Metode Yadain Litahfizhil Quran
Pembina II Yayasan Karantina Tahfizh Al-Quran Nasional
Informasi dan Pendaftaran